lucky kiss

LUCKY KISS...

“ Ran, please dong, ikut ya. Pleaseeee banget “ ucap Dian merengek kepadaku.

“ nggak mau Dian sayang, secara gue nggak suka party-party begituan. Lagian nih ya udah dipastiin kalo si Justin juga bakal ada di pesta itu. Tambah males nggak tuh “ ujarku.

“ yah kok gitu sih Ran, ayo dong pleeease banget. Kalo masalah Justin mah kalo lo nggak suka ya jangan diliatin, cuekin aja” Dian masih belum menyerah untuk memboyongku ke pesta topeng besok.

“ ya udah ia, puas kan lo “ ucapku rada nggak ikhlas. Mendengar ucapanku itu Dian langsung melempar senyum sumringah.

Aku sudah menduga party-nya akan membosankan. Apalagi dengan kehadiran Justin yang lagi sibuk tebar pesona nggak jelas. Meskipun semua orang pake topeng, tapi untuk menangkap wajah satu itu aku nggak butuh waktu lama untuk mengenalinya. Wajah angkuh nan sombong yang selalu nongol dimana-mana, mentang-mentang punya tampang OK, penampilan keren, orang kaya pula. Makin seenaknya aja tuh kelakuannya, petentang-petenteng.

Aku melangkah menuju bartender dan meneguk segelas white wine rendah alkohol. Segelas dan segelas lagi, sampai aku nggak tau sudah habis berapa gelas aku meminumnya. Aku merasa kepalaku berat, berputar-putar dan setiap benda yang tertangkap mataku membentuk bayangan tiga dimensi. Kemudian aku merasa seseorang menarik tanganku dan membawaku keluar dari pesta malam itu. Tangannya masih menggenggamku, lalu disandarkan tubuhku di tembok dekat gerbang sekolah. Pandanganku masih buyar, aku tak mengenali siapa orang yang ada dihadapanku sekarang, yang kutahu dia adalah seorang laki-laki.

Tiba-tiba sesuatu menyentuh bibirku, bahkan melumatnya. “ oh no, he stole my first kiss !!” seruku dalam hati, tapi mungkin dia tidak mendengarnya, tidak sama sekali.

Tubuhku masih lemas untuk memberontak dari perlakuan cowok itu yang udah nggak sopan terhadapku. Aku hanya bisa pasrah dan berharap cowok itu akan segera melepas ciumanya.

“ pagi non Rancy !!” seru si bibi dengan suara cempreng andalannya. Itulah rutinitasnya tiap pagi, membangunkanku dengan suara yang bahkan mengalahkan dering jam weker dikamarku.

“ pagi ini mau sarapan apa non ? “ tanyanya seraya membersihkan kamarku yang berantakan.

“ roti aja deh “ jawabku malas-malasan. Ingin rasanya hari ini libur dadakan, secara cape banget setelah semalam melewati pesta topeng di rumah Nilda. Eh, omong-omong soal semalem, “ bukannya terakhir di pesta itu gue lagi.....(terdiam sejenak) trus kenapa sekarang ada disini, di rumah. Siapa yang bawa gue pulang coba? Atau jangan-jangan tuh cowok udaah...AAAAAAAAAAAA !!” teriakku.

“ kenape non ?”

“ bi, semalem yang bawa aku pulang siapa ?” aku mencoba menginterogasi si bibi yang udah pasti membukakan pintu semalam. “ mmm, cowok kok non, ganteng deh. Kayak artis-artis gitu” jawab si bibi.

“ hah,,cowok ganteng,jangan-jangan...” aku menggantung ucapanku lalu bergegas mandi.

Butuh waktu 20 menit untuk sampai ke sekolah. Belum lagi harus melintasi halaman depan yang luasnyaaaaa,,buset deh.

Setibanya di sekolah, aku merasa semua murid sedang memperhatikanku. Ada yang melihat dengan tatapan sinis, bahkan ada yang menatapku dengan pandangan mengejek. “what’s wrong with me ?!” aku mencoba mencari sesuatu yang salah dalam diriku yang membuat mereka memperhatikanku seperti itu. “ nggak ada yang salah kok, sama kayak biasanya. Hmm mereka baru sadar kali kalo gue cakep” ujarku dalam hati dan melanjutkan langkahku menuju kelas.

Kali ini pemandangan berbeda kembali kudapati, hampir setiap siswa tengah asyik membaca selebaran warna kuning ditangan mereka masing-masing, lalu melempar pandangan aneh kearahkuku. Lagii !! ya ampun ada apa sih sama mereka semua, aneh banget. Biar nggak penasaran kudekati salah satu dari mereka dan mengambil selebaran itu dari tangannya.

“ hmm,, foto orang lagi ciuman,,kurang kerjaan banget nih orang nyebarin foto-foto pribadi sendiri” ucapku enteng. Lalu kuperhatikan lebih dalam lagi dan “ hah !! ini kan gue !! kok bisa ada disini,,sama siapa lagi? Ku lihat wajah pria yang dalam foto itu tengah menciumku. Justin, bener ini dia...” hatiku tersentak kaget.

“ gila diluarnya aja bilang nggak suka sama si Justin, yang najis lah enek lah, eh taunya mau juga dicium sama rival sendiri. Nggak tau malu banget” ujar salah seorang teman kepadaku. Langsung kupercepat langkahku menuju kelas Justin dan disana kudapati dia yang lagi asyik ketawa-ketawa sama temen seganknya tanpa merasa bersalah atas foto itu.

“Justiiiiin !!” praaaaak, kulayangkan tamparan keras ke pipinya. “ apa-apaan lo, main nampar gue kayak gini ?” tanyanya sembari memegangi pipinya yang merah akibat ulahku, tapi aku tak peduli.

“ asal lo tau aja, tamparan itu nggak sebanding sama apa yang udah lo lakuin ke gue” ku tinggikan suaraku agar temen-temen sekelasnya tau gimana sifat Justin sebenernya.

“ maksud lo apa”

“ belaga bego lagi, liat nih (memperlihatkan selebaran itu padanya). Lo asal cium gue semalem, trus sekarang lo sebarin foto-fotonya buat permaluin gue sama anak-anak satu sekolah”

“ gue nggak tau soal selebaran dan foto-foto itu, swear deh”. “ oh ya,, yang ada difoto itu lo kan ?” ucapku masih sinis.

“ ok, gue ngaku. Emang gue yang nyium lo semalem, tapi bukan gue yang nyebarin selebaran dan foto-foto itu. Lagian juga lo nikmatin kan kejadian semalem, buktinya lo pasrah aja waktu gue nglakuin itu”

“sialan lo” aku kembali mendaratkan satu tamparan untuk pipinya yang sebelah.

Justin mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang, mungkin anak buahnya. “ tolong cari orang yang udah nyebarin foto-foto itu, gue nggak mau gimana caranya. Yang jelas, harus secepatnya. Ngerti” kembali memegangi pipinya yang masih merah.

“ Ran, abis ini sama gue yak. Gpp kok meskipun udah diduluin sama Justin” ucap seorang siswa cowok.

Siang ini, cuaca begtu terik. Panas dan macet dimana-mana, sebenernya sih ini bukan hal baru. Cuma kalo lagi suntuk gini jadi kerasa deh badmoodnya. Kulangkahkan kakiku menelusuri jalanan komplek menuju rumahku, dan sesampainya dirumah kontan kubanting pantatku di kursi rotan yang bertengger tenang di teras rumah. Stres mikirin kelakuan kelakuan Justin kali ini. Bener-bener kurang ajar.

Sore harinya, langit tampak mendung dan hujan mulai jatuh membasai genteng dan jalanan komplek. Udara dingin menelusup melalui celah kecil di jendela kamarku. Rasanya seger banget setelah melewati tidur siangku, tepatnya tidur sore. Orang sekarang udah jam 8.00 malem.

“ permisi non, dicariin temennya diluar” ucap bibi yang mengagetkanku dengan datang tiba-tiba tanpa mengetuk pintu kamar terlebih dulu. “ siapa bi ?” tanyaku dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. “ mas ganteng yang semalem nganterin non Rancy pulang tho” jawabnya. Aku mengerutkan dahi sejenak lalu melangkah menemui tamuku itu, dengan menuruni satu persatu anak tangga yang didesign melingkar dan dengan mata mengantuk kutemui cowok yang dibilang ganteng sama si bibi.

“ Justin, ngapain lo disini ? tau dari mana lo rumah gue” tanayku jutek nggak ada habinya. “ gue kesini mau minta maaf soal kejadian semalem, soal gue tau rumah lo darimana itu nggak penting” jawabnya. “ gampang banget lo minta maaf setelah apa yang lo lakuin ke gue semalem. Gila lo !!” seruku.

“ Ran, please banget maafin gue. Gue tau gue salah, malem itu gue nggak bisa nahan diri gue, makanya gue nekad nyium lo, untung waktu itu lo lagi mabuk jadi nggak ngenalin gue” ulasnya tentang kejadian semalem. “ sialan bener ya lo jadi cowok, keadaan gue yang lagi mabuk lo jadiin alasan, asal lo tau aja ya ciuman itu nggak ada artinya buat gue karena disitu posisinya gue lagi nggak sadar. Ngerti lo” sentakku tak terima dengan perkataanya.

” Makanya itu gue mau nebus kesalahan gue, gue bakal bantuin lo untuk cari siapa orang yang udah bikin selebaran dan nyebarin foto-foto itu disekolah. Gue janji orang itu akan bayar mahal karena udah main-main sama gue” ujarnya penuh ketegasan.

“ serius bukan lo yang bikin itu semua?” tanyaku memastikan. “ ya ampun, Ran. Harus jelasin gimana lagi sih gue biar lo percaya”

Keesokan harinya, suasana sekolah masih sama. Mereka masih nggak terima dengan gambar difoto itu yang nampak jelas aku sedang berciuman dengan Justin, cowok idola sekolah. Padahal nggak tau aja mereka, aku juga nggak mau dicium sama Justin, mereka juga nggak tau kalo malam itu aku lagi nggak sadar. Hari-hariku di sekolah kini berubah 180 derajat sejak tersebarnya foto-foto itu. Hampir semua siswi musuhin aku atas kesalahan yang nggak aku lakuin.

Seminggu terakhir ini aku dan Justin sibuk nguber-nguber studio foto, mencari tempat yang udah mencetak foto ciumanku dengan Justin. Tapi masih belum ditemukan siapa pelakunya, padahal cowok satu ini juga udah mengerahkan semua anak buah yang dia punya, temen-temen satu ganknya juga ikutan nyari pelakunya.

Tiiiin...tiiiinn, bunyi klakson itu terdengar jelas persis di depan rumahku. Aku keluar dan “ Justin, pagi-pagi kok udah disini aja ?” tanyaku atas keberadaanya pagi-pagi dirumahku.

“ berangkat bareng yuk” ucapnya lembut, “ nggak usah, gue berangkat sendiri aja. Biasanya juga gitu kan”

“ ayolah Ran, gue udah jauh-jauh nyampe sini juga” Justin mengangkat alis dan melempar senyum kearahku. Melihat niat baiknya yang pagi-pagi udah bertengger di depan rumah, apa salahnya sekali-kali berangkat sekolah dan satu mobil sama dia. “ ya udah ok, gue ambil tas dulu”

Duduk bersebelahan dalam satu mobil yang sama membuat aku semakin dekat dengan Justin yang selama ini aku benci. Kalo dipikir-pikir kenapa dulu gue bisa benci banget ya sama nih orang. Padahal dia baik juga loh, trus apa yang salah coba. Gue baru tau kalo ternyata dibalik sifat angkuhnya, dia juga bisa lembut dan baik banget. Nggak terasa kalo sekarang aku lagi mengobral sejuta pujian untuk Justin, cowok yang lagi duduk disebelahku.

Setibanya disekolah, mungkin semua orang bertanya-tanya dan nggak percaya dengan pemandangan pagi ini, aku satu mobil dengan Justin. Semua pandangan mereka tertuju hanya kepada kami, sambil sesekali berbisik dengan teman lainnya. “ gue jadi nggak comfort nih diliatin banyak orang kayak gini “ ujarku tak berani melihat wajah mereka satu persatu.

“ udah lo tenang aja, sejak kapan sih seorang Rancy yang cuek dan galak abis jadi nggak pedean gini” Justin menimpali. Aku menatapnya sejenak dan tersenyum simpul.

Di kantin. “ lo sabar ya Ran, gue yakin pelakunya pasti ketangkep kok” ucap Raka, salah seorang sahabat Justin. “ gawat, Rancy dipanggil kepsek noh” ucap Bara ngos-ngosan menahan nafas, dia juga salah seorang anggota ganknya Justin. “ gue ??” seolah tak bertenaga untuk apa yang akan aku hadapi nanti.

Justin, Raka dan Bara ikut mengantarku sampai ke depan ruang kepsek. “ tenang ya, nggak akan terjadi apa-apa. Percaya sama gue” Justin menggenggam jemariku dan memberi semangat agarku tetap optimis.

“ kamu tahu kan, kenapa kamu saya panggil kesini ?” tanya pak Edwin. “ iya pak” jawabku singkat.

“ perbuatan kamu itu sungguh nggak beradab, apa-apaan itu berciuman, trus foto disebar-sebarkan di sekolah. Pengen cari sensasi kamu ?“

Aku menggeleng mantap, “ pak, sumpah demi apapun saya nggak tau soal foto-foto itu. Bapak harus percaya sama saya”

“ tetap kamu yang salah, andai kamu tidak melakukan perbuatan itu, tentu foto-foto itu tidak akan beredar luas sampai keluar sekolah. Jelas ini mencoreng nama baik sekolah kita Rancy. Seharusnya kamu pikirkan itu”

“ saya minta maaf pak, tapi kasih saya waktu buat buktiin kalo saya nggak salah pak” ujarku memohon. “ sayangnya sudah tidak ada toleransi lagi. Saya minta maaf, Rancy. Karena kamu harus dikeluarkan dari sekolah” ucap pak kepsek yang seperti tamparan keras menghantam diriku, aku nggak tau apa benar yang barusan aku denger itu, nggak becanda ?? trus apa kabarku nanti...

“ bapak nggak bisa ngeluarin Rancy gitu aja, dia sama sekali nggak salah pak “ sahut Justin yang tiba-tiba masuk keruangan kepsek. “ Justin apa-apaan kamu”

“ maaf kalo saya lancang, yang seharusnya dikeluarin itu saya. Saya yang maksa mencium Rancy malam itu. Andai saya bisa nahan diri saya, mungkin foto-foto itu nggak akan pernah ada. Jadi kalo bapak keluarin Rancy keluarin saya juga!” seru Justin dengan lantang dan penuh ketegasan. “ Justin, lo ngapain sih ?”

“ saya tidak bisa mengeluarkan kamu dari sekolah ini Justin” ucap pak kepsek penuh keraguan.

“kenapa ?? karena orangtua saya donatur terbesar sekolah ini, tenang aja bapak nggak usah takut soal itu. Orangtua saya itu far kok mereka nggak akan berhenti jadi donatur meski saya udah nggak sekolah disini lagi” lanjut Justin penuh kepastian. “ tidak semudah itu Justin” pak kepsek masih bimbang dengan ucapan Justin.

“ kalo saya bilang, saya yang udah nyetak dan nyebarin foto-foto itu. Apa bapak masih bisa nahan saya sekolah disini ? mataku terbelalak kaget, tak percaya Justin bisa berkata seperti itu. Dia benar-benar memposisikan dirinya sebagai seorang cowok sejati. “ ayolah Justin, ini bukan hal untuk main-main”
“ saya serius nggak, saya yang sengaja nyebarin foto-foto itu disekolah” ujar Justin dengan tenang menatap kedepan. Aku melihat sosoknya kali ini, yang bisa berkata seperti itu, membelaku didepan kepsek. Apakah cowok disampingku ini benar-benar Justin.

“ tolong bapak pikirin lagi, sebelum ambil keputusan” dia berbalik meninggalkan ruang panas itu.

“ Justin” panggilku, kugenggam erat jemari kirinya dan kutatap wajahnya penuh keyakinan. Justin pun melanjutkan langkah awal dengan menggandengku pergi bersamanya. Disaksikan dengan puluhan bahkan ratusan siswa yang saat itu berada didekat ruang kepsek.

Dia masih duduk terdiam di bawah pohon rindang di taman sekolah. Sementara aku sendiri nggak tau harus mulai ngomong darimana. “ lo takut “ tanya Justin melihatku sekilas. “ hah ? apa ? gue ? guueee...” belum sempat menjawab Justin keburu memotong ucapanku, “ lo nggak perlu takut, kan gue yang salah”

“Justiin” ucapku lirih melihatnya seperti ini, sepertinya ia menyesal telah melakukan ini padaku. “ harusnya lo seneng karena pelaku sebenernya itu gue, orang yang selama ini lo benci. Berarti tebakan lo waktu itu bener kan, kalo gue yang udah nglakuin ini semua, gue yang ciptain semua kekacauan ini” kuulurkan telunjukku kearah bibirnya, “ sssstt, Justin. Gue percaya bukan lo yang salah, bukan lo pelakunya. Gue nggak tau kenapa, mungkin kalo gue tau waktu kemaren gue bakal seneng banget, tapi sekarang situasinya beda. Sekarang gue percaya sama lo, gue percaya kalo lo bukan orang kurang kerjaan yang mau nglakuin hal kayak gtu”

“kenapa lo percaya sama gue ?”

“ karena lo yang bikin gue buat percaya sama lo. Kita akan cari sama-sama siapa pelaku sebenernya” Justin memandangku sejenak lalu kembali ke posisinya semula.

Esok harinya, hatiku kembali dikejutkan oleh berita yang datangnya dari si pelaku yang menyebarkan foto-foto itu, “ Dian, lo kan sahabat gue. Kok bisa sih ?” aku masih nggak percaya kalo ternyata pelakunya adalah Dian, sahabat dekatku selama ini. “ maafin gue Ran, malam itu gue nggak sengaja mergokin Justin waktu lagi nyium lo, gue tau waktu itu lo lagi nggak sadar, tapi tetep aja gue nggak terima. Kenapa elo, kenapa harus elo yang dicium Justin malam itu, kenapa bukan gue. Lo tau kan gue udah naksir Justin lama, apa menurut lo hati gue nggak sakit waktu liat kejadian itu. Gue sedih, kenapa yang dicium Justin itu elo, padahal gue tau banget waktu itu Justin lagi dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan apapun” jelasnya sembari meneteskan air mata. Sementara Justin sendiri membuang muka dan terlihat nggak peduli dengan pengakuan Dian, pengakuan cinta Dian tepatnya.

“ trus masih berani aja lo nongol disini, setelah apa yang lo lakuin ke sahabat lo sendiri. Sebenernya lo nggak suka gue nyium Rancy apa emang lo pengen jatuhin Rancy di depan temen-temen sih ?” ujar Justin beku. “ maafin gue Justin, gue juga nggak suka waktu Rancy jelek-jelekin lo di depan gue. Makanya gue sebarin foto itu buat ngasih dia pelajaran gimana rasanya dipermaluin apalagi sama orang yang paling dia nggak suka, yaitu elo Justin” ungkap Dian lebih dalam lagi.

“ ya udahlah ya, mending sekarang lo pergi deh jauh-jauh kelaut kalo perlu” sahut Bara. “ kok ada ya cewek semunafik elo” lanjut Raka. “ Justin, bisa-bisanya lo ngomong gitu sama sahabat gue”

“ Ran, lo nggak liat apa yang dia udah lakuin ke lo, jahat banget tau nggak. Caranya itu murahan. Dan sekarang lo masih bisa bilang dia sahabat ” ungkap Justin kesal. “ gue tau kok Dian nggak mungkin setega itu, mungkin dia sakit hati banget karena ulah lo waktu itu. Wajarlah kalo dia marah dan kecewa sama kita” lanjutku masih membela Dian. “ terserah deh” Justin membuang muka dan pergi tanpa berkata lagi.

“ maafin gue ya Ran, sekarang gue tau. Lo punya perasaan kan ke Justin ? gue bisa lihat itu kok akhir-akhir ini. Lo perjuangin dia ya” aq memeluk Dian yang saat itu justru memintaku untuk selalu bersama-sama Justin.

Malam harinya. “ hay guys !!” sapaku saat mendapati teman-teman Justin sedang berkumpul di ruang tamu rumahnya. “ eh elo, Ran. Nyari Justin ?” tanya Bara. “ iya, gue mau minta maaf sama dia” jawabku. “ oh Justin lagi di kamarnya, tau tuh orang dari tadi lama bener nggak keluar-keluar” ujar Raka. “ mending lo susulin aja deh, daripada kelamaan nunggu kan” lanjut Bara.

Tok tok tok,,” gue kan udah bilang...(membuka pintu)”

“ bilang apa ?” tanyanku. “ Rancy, kok elo bisa disini ? sorry tadi gue kirain anak-anak” (kembali menutup pintu)

“ Justin, maafin gue ya soal yang tadi, gue bener-bener nggak ada maksud buat bikin lo jengkel atau sebel atau apalah itu, gue tau lo pasti kecewa sama pernyataan gue tadi, makanya sekarang gue pengen nglurusin semuanya” ungkapku. “ ya udahlah, gue juga udah maafin kok, lagian dia juga nggak salah-salah amat kok. Kalo nggak ada foto-foto itu mungkin kita nggak akan nyari-nyari pelakunya sampai bisa sedeket ini kan “ Justin melanjutkan.

“ gue boleh nanya ?”

“ nanya aja” jawabnya singkat. “ kenapa malam itu lo cium gue?” aku menangkap raut wajah gugup Justin. Sepertinya dia nggak punya persiapan untuk menjawab pertanyaan ini sebelumnya. “ karenaaa...ya karena...waktu itu gue...gue,,ee anu itu apa. (menarik napas panjang) lo tau lah kenapa gue cium lo”

“ apa ?” tanyaku lagi lebih singkat. “ gue suka sama lo, Ran Gue sayang banget sama lo sampai-sampai gue nggak bisa nahan perasaan gue untuk nggak nyium lo. Maafin gue” respondnya gugup. “ tapi waktu itu kan gue lagi mabuk dan nggak sadar” lanjutku. “ justru itu, awalnya gue nggak pengen lo tau tentang kejadian itu. Tapi ternyata foto-foto itu muncul” jelas Justin.

aku tersenyum manis mendengar pengakuannya. mungkin Justin nggak boong soal ini dan ngapain juga aku harus lama-lama marah sama dia, toh juga semuanya udah terjadi.
" lo meu jadi pacar gue ?" tanyanya.
aku mengangguk mantap yang nampaknya sudah membuatnya mengerti akan jawabanku untuk cintanya. kemudian kupeluk erat tubuh itu, agar aku dapat merasakan detak jantungnya yang berdebar saat berdekatan denganku..
selesai

Sabtu, 17 April 2010

अत्ता अगेन.

aarrgghhh.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ciyeee ada komentar ntu....